BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga
dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat
kronik destruktif yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosa. Spondilitis
tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott atau paraplegi Poot. Penyakit
ini merupakan penyebab paraplegia terbanyak setelah trauma, dan banyak dijumpai
di Negara berkembang.
Tuberkulosis tulang dan sendi 50% merupakan
spondilitis tuberkulosa. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus
terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun. Sedangkan pada negara maju, lebih
sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan
wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita
yaitu 1,5:2,1. Di Indonesia tercatat 70% spondilitis tuberkulosis dari seluruh
tuberkulosis tulang yang terbanyak di daerah Ujung Pandang. Umumnya penyakit
ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.
Seseorang yang menderita spondilitis akan mengalami
kelemahan bahkan kelumpuhan atau paling kurang mengalami kelemahan tulang,
dimana dampak tersebut akan mempengaruhi aktifitas klien, baik sebagai individu
maupun masyarakat.. Perawat berperan penting dalam mengidentifikasikan
masalah-masalah dan mampu mengambil keputusan secara kritis menangani masalah
tersebut serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain untuk dapat
memberikan asuhan keperawatan yang optimal.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana anatomi dan
fisiologi musculoskeletal dan tulang belakang?
2.
Apa definisi penyakit
spondilitis TB?
3.
Apa etiologi penyakit
spondilitis TB?
4.
Bagaimana prognosis
spondilitis TB?
5.
Bagaimana patofisiologi
spondilitis TB?
6.
Apa saja klasifikasi
penyakit spondilitis TB?
7.
Apa saja manifestasi
klinis penyakit spondilitis TB?
8.
Apa saja komplikasi
spondilitis TB?
9.
Bagaimana
penatalaksanaan penyakit spondilitis TB?
10. Bagaimana
asuhan keperawatan klien dengan spondilitis TB
1.3 Tujuan
1.
mengetahui anatomi dan
fisiologi musculoskeletal dan tulang belakang.
2.
mengetahui dan memahami
definisi spondilitis TB.
3.
mengetahui dan memahami
etiologi spondilitis TB.
4.
mengetahui dan memahami
prognosis spondilitis TB.
5.
mengetahui dan memahami
patofisiologi spondilitis TB.
6.
mengetahui dan memahami
klasifikasi spondilitis TB.
7.
mengetahui dan memahami
manifestasi klinis spondilitis TB.
8.
mengetahui dan memahami
komplikasi spondilitis TB.
9.
mengetahui dan memahami
penatalaksanaan spondilitis TB.
10. mengetahui
dan memahami asuhan keperawatan klien dengan spondilitis TB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh
dan berperan dalam pergerakan. Sistem
ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligoment, bursa dan jaringan-jaringan khusus
yang menghubungkan struktur tersebut.
·
Tulang
Yaitu jaringan ikat yang keras, yang zat-zat intersekulernya keras,
terutama mengandung banyak mineral yang
mengandung zat perekat dan zat kapur.
Fungsi jaringan tulang :
a) Menjaga berdirinya tubuh
b) Membentuk rongga untuk menyimpan (melindungi)
organ-organ yang halus
c) Membentuk persendian dan sebagai tempat melekatnya ligamen dan otot.
·
Sendi
Sendi
adalah pertemuan dua buah tulang atau beberapa tulang dari kerangka, tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligamen tendon, fasia atau otot.
Ada tiga tipe sendi, yaitu :
1) Sendi Fibrosa (Sinar throida)
Merupakan
sendi yang tidak dapat bergerak. Misalnya : sendi tulang gerigi, sendi tibia
dan fibula inferior
2) Sendi Kartiloginosa (amphiar throida)
Merupakan sendi yang sedikit bergerak. Misalnya :
sendi simfisis pubis, sendi manubrium sterni dan karpus sterni
3) Sendi Sinovial (diar thyroidal)
Merupakan sendi yang dapat bergerak dengan bebas.
Misalnya : sendi putar (sendi panggul dan bahu), sendikondiloid (pergelangan
kaki dan tangan), sendi engsel (sendi siku dan lutut), sendi berporos / sendi
putar (ulna, radius sejajar dan radius menyilang) dan sendi pelana / sendi
timbal balik (sendi pergelangan tangan).
·
Otot
suatu
organ/alat yang memungkinkan tubuh dapat
bergerak, ini adalah suatu sifat penting
bagi organisme, sebagian besar otot tubuh ini melekat pada kerangka dalam suatu
letak yang tertentu. Jadi otot, khususnya otot kerangka merupakan sebuah alat
yang menguasai gerak aktif dan memelihara sikap tubuh. Dalam keadaanistirahat
keadaannya tidak kendur sama sekali tetapi mempunyai ketegangan sedikit yang
disebut tanus. Pada masing-masing organ berlainan tergantung pada umur, jenis
kelamin dan keadaan tubuh.
Fungsi gerak tanus otot adalah :
a) Memelihara sikap dan posisi tubuh
b) Pada otot dinding perut berguna untuk menahan
rongga perut
c) Pada otot-otot dinding perut pembuluh darah berguna
untuk menahan tekanan darah.
* Otot tungkai atas (otot pada paha), mempunyai
pembungkus yang sangat kuat dan dibagi
atas dua golongan, yaitu :
a) Otot Abduktor, terdiri dari :
1.Muskulus
abduktor maldarus sebelah dalam
2.Muskulus
abduktor brevis sebelah tengah
3.Muskulus
abduktor longus sebelah luar
b) Otot ekstensor (Quadriseps femaris) otot berkepala empat
Otot ini
merupakan otot terbesar, terdiri dari :
1.Muskulus
rektus femoris
2.Muskulus
vastus lateralis eksternal
3.Muskulus vastus medialis internal
4.Muskulus
vastus inter medial.
Anatomi dan Fisiologi Tulang
Belakang
Kolumna vertebralis atau rangkaian
tulang belakang adalah sebuah stuktur lentur yang terbentuk oleh sejumlah
tulang yang disebut dengan ruas tulang belakang dimana berhubungan kokoh satu
sama lain, tetapi tetap dapat menghasilkan gerakan terbatas satu sama lain..
Diantara tiap dua ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang
rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67
sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah
tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang (Price
C. Evelyn, 2002, hlm 56 dan Watson Roger, 2002, hlm 156).
Bagian dari ruas tulang belakang
meliputi :
a.
Vetebra servikalis
(tulang leher) ada 7 ruas
Ketujuh vertebra servikalis
merupakan vertebra terkecil dan dapat dengan mudah dikenali karena proseksus
tranversusnya mengandung foramina untuk tempat lewatnya arteri vertebralis.
Ruas pertama vertebra servikalis
disebut atlas yang memungkinkan kepala untuk menganguk. Ruas kedua disebut
prosesus odontoid (aksis) yang memungkinkan kepala untuk berputar kekiri dan
kekanan. Ruas ketujuh mempunyai taju yan disebut prosesus Prominan.
b.
Vertebra torakalis
(tulang punggung) terdiri dari 12 ruas
Kedua belas vertebra torakalis
lebih besar dari vertebra servikalis dan ukurannya semakin besar dari atas ke
bawah, pada bagian dataran sendi sebelah atas, bawah, kiri, dan kanan membentuk
persendian dari tulang iga.
c.
Vertebra lumbalis
(tulang pinggang) terdiri dari 5 ruas
Kelima vertebra lumbalis merupakan
vertebra paling besar dan tidak mempunyai segi untuk berartikulasi dengan iga.
Prosesus spinosusnya besar dan kuat dan merupakan perlekatan otot.
d.
Vertebra sakralis
(tulang kelangkangan) terdiri dari 5 ruas
Kelima vertebralis sakralis
bergabung menjadi satu tulang besar yang disebut sacrum. Di samping kiri dan
kanannya terdapat lubang-lubang kecil 5 buah yang disebut foramen sakralis. Os
sacrum menjadi dinding bagian tulang belakang dari rongga panggul.
e.
Vertebra koksigilis
(tulang ekor) terdiri dari 4 ruas
Tulang koksiges merupakan tulang
kecil berbentuk segitiga yang terdiri dari rongga panggul, dapat bergerak
sedikit karena membentuk persendian dengan sakrum (Watson Roger, 2002, hlm
158-163 dan Syaifuddin, 1997, hlm 21-22).
Secara anatomis setiap ruas
tulang belakang akan terdiri dari dua bagian :
1. Bagian depan
Bagian ini struktur utamanya adalah badan tulang belakang (corpus
vertebrae). Bagian ini fungsi utamanya adalah untuk
menyangga berat badan. Di antara dua
korpus vertebra yang berdekatan dihubungkan oleh
struktur yang disebut diskus intervertebralis
yang bentuknya seperti cakram, konsistensinya
kenyal dan berfungsi sebagai peredam kejut (shock
absorber).
2. Bagian belakang
Bagian
belakang dari ruas tulang belakang ini fungsinya untuk :
Ø
Memungkinkan terjadinya pergerakan tulang
belakang itu sendiri. Hal ini dimungkinkan oleh karena
di bagian ini terdapat dua persendian.
Ø
Fungsi perlindungan, oleh karena bagian
ini bentuknya seperti cincin dari tulang
yang amat kuat dimana di dalam lubang
di tengahnya terletak sumsum tulang belakang (medulla
spinalis/spinal cord).
Ø
Fungsi stabilisasi. Karena fungsi tulang
belakang untuk manusia adalah sangat penting,
maka fungsi stabilisasi ini juga penting
sekali.Fungsi ini didapat oleh kuatnya persendian
di bagian belakang yang diperkuat oleh
adanya ligamen dan otot-otot yang sangat
kuat. Kedua struktur terakhir ini
menghubungkan tulang belakang baik dari ruas ke
ruas yang berdekatan maupun sepanjang tulang
belakang mulai dari servikal sampai kogsigeal.
Vaskularisasi kolumna vertebralis
Ø
Arteria spinalis yang mengantar darah kepada vertebra, adalah cabang
dari :
Ø
Arteria vertebralis dan arteria servikalis ascendens di leher
Ø
Arteria interkostalis posterior di daerah thorakal
Ø
Arteria subkostalis dan arteria lumbalis di abdomen
Ø
Arteria iliolumbalis dan arteria sakralis lateralis
Ø
Arteria spinalis memasuki foramen intervertebralis
dan bercabang menjadi cabang akhir dan cabang
radikular. Beberapa dari cabang-cabang ini
beranastomosis dengan arteri-arteri medulla spinalis.
Ø Vena spinalis membentuk
pleksus vena yang meluas sepanjang kolumna
vertebralis, baik di sebelah dalam (pleksus venosi vertebralis
profundus) dan juga di sebelah luar (pleksus venosi vertebralis
superficialis) kanalis vertebralis. Vena
basivertebralis terletak dalam korpus vertebra
B.
Definisi Spondilitis TB
Spondilitis
tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal yang bersifat kronis
berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu
Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra sehingga dapat
menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia (Tandiyo, 2010).
Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi
sekunder dari fokus ditempat lain dalam tubuh. Percivall Pott (1793)
yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan, bahwa terdapat
hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi,
sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (pengantar ilmu bedah
ortopedi). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan
paling jarang pada vertebra C1 – 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai
korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.
C. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri
berbentuk basil (basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya
adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun
dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium
fricanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle
baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita
HIV). Bakteri ini bersifat
pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang
sekitar 2-4 μm.
Mycobacterium tuberculosis bersifat
acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang
konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya.
Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu.
Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat
membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain.
Meskipun menular, tetapi orang tertular
tuberculosis tidak semudah tertular flu. Penularan penyakit ini
memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan intensif dengan sumber penyakit
(penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan fisiknya baik,
memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6
bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu
waktu yg diperlukan dari mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan
sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung. Tetapi dalam tempat yg lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman
dapat bertahan hidup selama beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat
tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun.
D. Prognosis
Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit
menahun dan apabila dapat sembuh secara spontan akan memberikan cacat
pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini
dapat sembuh dalam waktu singkat sekitar 6 bulan (Tachdjian, 2005).
Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada
tidaknya komplikasi neurologis. Diagnosis sedini mungkin dan
pengobatan yang tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi.
Penyakit dapat kambuh apabila pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan
setelah beberapa saat karena terjadi resistensi terhadap pengobatan (Lindsay,
2008).
Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis
biasanya kurang baik. Apabila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa prognosisnya ad functionam juga buruk (Lindsay, 2008).
E. Patofisiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius.
Penyebaran terjadi secara hematogen, bakteri berkembang biak umumnya di tempat aliran darah
yg menyebabkan bakteri berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang
belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman
bersarang. Penyakit ini
pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian
sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi
hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.
Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan
vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan
terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain
yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus
menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang
fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum
longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat
ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang
garis ligament yang lemah (Alfarisi, 2011). Pada daerah servikal, eksudat
terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang
muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan
menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat
berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura.
Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks
setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan
fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul
paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas
dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga
dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh
darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea (Qittun, 2008).
Terbentuknya abses dan badan tulang belakang yg hancur, bisa menyebabkan
tulang belakang jadi kolaps dan miring ke arah depan. Kedua hal ini bisa
menyebabkan penekanan syaraf-syaraf sekitar tulang belakang yg mengurus tungkai
bawah, sehingga gejalanya bisa terasa kesemutan dan timbul rasa baal bahkan
bisa sampai kelumpuhan. Badan tulang belakang yg kolaps dan miring ke depan
menyebabkan tulang belakang dapat diraba dan menonjol di belakang dan nyeri
bila tertekan, sering sebut sebagai gibbus. Bahaya yg terberat adalah
kelumpuhan tungkai bawah, karena penekanan batang syaraf di tulang belakang yg
dapat disertai lumpuhnya syaraf yg mengurus organ yg lain, seperti saluran
kencing dan anus (saluran pembuangan).
F. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi
infeksi awal pada korpus vertebra dikenal empat bentuk spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang
bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal
anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat
menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio
lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada
bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai
tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps
vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan
deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat
spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi
karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan dibawahnya.
Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian
anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan
karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral
dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal
dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal
karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan.
Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung
syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan
tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan
spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior.
Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi
diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
perjalanan penyakit spondilitis TB ada lima stadium menurut kumar,
yaitu :
1.Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya
tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk oloni yang
berlangsung selama 6 – 8 minggu. Kedaan ini umumnya
terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya pada daerah sentral
vertebrata.
2.Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjai
destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini
berlangsung selama 3 – 6 minggu.
3.Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masih, kolaps
vertebra yang terbentuk masa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses
dingin), yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya
dapat berebentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat
ini terbentuk tulang baji terutama disebelah depan (wedging anterior) akibat
kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4.Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya
kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis
spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis
tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil
sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat
derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I :
kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau
setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II
: terdapa kelemahan pada anggota gerak bawah tai penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
Derajat III
: terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau
aktifitas penderita serta hipestesia atau anestesia.
Derajat IV
: terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris ,disertai gangguan defekasi dan
miksi. Tuberkulosis paraplegi atau pott paraplegia dapat terjadi suara dini
atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi
oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravetbral atau akibat kerusakan
langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada
penyakit yang sudah tidak aktif atau sembuh terjadi oleh karena tekanan pada
jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang
progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tubrkulosis paraplegia terjadi
secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan
gangguan vesikuler vertebra. Derajat I – III disebut sebagai paraparesis dan
derajat IV disebut sebagai paraplegia.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun
setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena
kerusakan vertebra yang masif di depan (Savant, 2007).
G. Manifestasi Klinis
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat
badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari
serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada
malam hari. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada
atau perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin
memberat, spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks babinski bilateral
(Hidalgo, 2006).
Manifestasi
klinis lainnya pada spondilitis TB yaitu:
a. Suhu subfebril terutama
pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada
malam hari.
b. Pada awal dijumpai nyeri
interkostal, nyeri yang menjalar dari
tulang belakang ke garis tengah atas dada melalui ruang
interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
c. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal
d. Deformitas pada punggung (gibbus)
e. Pembengkakan setempat (abses)
f. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).
Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis
tuberkulosa termasuk akibat
penekanan medulla spinalis yang menyebabkan:
·
Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang menyebabkan
kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.
·
Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempat
gibbus atau lokalisasi nyeri
interkostal
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:
1.
Pott’s paraplegia
a.
Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan
ekstradural oleh pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada
medula spinalis. Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara
dekompresi medula spinalis dan saraf.
b.
Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh
terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang
(ankilosing) di atas kanalis spinalis.
2.
Ruptur abses paravertebra
a.
Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke
dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis.
b.
Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot
iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold absces (Lindsay, 2008).
3.
Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena
adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang,
sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia – prognosa
baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan
granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat
diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor).
MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau
karena invasi dura dan corda spinalis.
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada spondilitis
tuberkulosa yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
a.
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.
b.
Uji mantoux positif
tuberkulosis.
c.
Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.
d.
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
e.
Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
f.
Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
g.
Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
h.
Pemeriksaan serologi dengan deteksi
antibodi spesifik dalam sirkulasi.
i.
Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked
Immunoadsorbent Assay) tetapi menghasilkan negatif palsu
pada penderita dengan alergi.
j.
Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis melekatkan nukleotida
tertentu pada fragmen DNA dan amplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantai
DNA utuh yang diidentifikasi dengan gel.
2.
Pemeriksaan radiologis
a)
Foto toraks atau
X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses dingin tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk spindle.
b)
Pemeriksaan foto dengan zat kontras.
c)
Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus vertebra, penyempitan diskus intervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya massa
abses paravertebral.
d) Pemeriksaan mielografi.
e)
CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.
irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.
f)
MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis
dan osteomielitis tulang belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf (Lauerman, 2006).
J. Penatalaksanaan
1.Terapi
Konservatif
a)
Berupa istirahat di
tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian tuberkulostatik.
b)
Dengan memberikan
corset yang mencegah gerak vertebrae/membatasi gerak vertebrae. Corset tadi
dapat dibikin dari gips, dari kulit/plastik, dengan corset tadi pasien dapat
duduk/berjalan sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit namun tetap
di kontrol.
2.Terapi Operatif
a)
Bedah
Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus
vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa / kortikospongiosa.
b)
Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis
bertendensi untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa
fusi posterior atau operasi radikal (Graham, 2007).
BAB
III
SKENARIO
KASUS
Kasus:
Tn.
I (21 Tahun) beragama islam, lahir pada tanggal 11 Juni 1992 dan belum menikah masuk
ruang rawat pada tanggal 24 April 2013 dengan diagnosa medis spondilitis
tuberculosis pada vertebra torakal IV hingga lumbal I. selama pengkajian sumber
informasi berasal dari klien, keluarga klien (Ayah dan ibu klien) serta rekam medis klien.
Klien
memiliki riwayat tuberculosis paru pada tahun 2007 dan menjalani pengobatan dengan OAT 9 bulan namun
tidak tuntas (putus obat sekitar 7 atau 8 bulan). Kemudian sekitar 3 tahun lalu
sudah muncul pembengkakkan kelenjar getah bening hingga mengeluarkan nanah
(disekitar leher). Sejak itu klien sakit-sakitan namun tidak pernah berobat ke
RS. Kemudian sekitar 3 tahun lalu klien jatuh disekolah, dan langsung tidak
dapat berjalan selama 1 tahun. Selama itu klien hanya beraktivitas dirumah
dengan bantuan keluarga. Setelah itu lama kelamaan terjadi pembesaran
skrotum/orchitis (infeksi sekunder TB yang metastase hingga ke saluran
reproduksi).
Pembesaran
sempat pecah dan mengeluarkan darah, namun kembali membesar dan lama kelamaan
terasa nyeri. Jarak kurang lebih 3 bulan kemudian mulai muncul benjolan di
tulang belakang. Pada mulanya kecil dan tidak terlalu mengganggu sehingga klien
dan keluarga tidak melakukan apa-apa. Tapi berangsur-angsur tonjolan semakin
besar hingga membuat tubuh klien melengkung. Meski begitu klien dan keluarga
belum memeriksakannya ke dokter/RS,
namun hanya meminum obat ramuan cina. Hingga akhirnya klien merasa sangat nyeri
dibagian tonjolan tersebut saat digerakkan maupun hanya disentuh, sakit bertambah ketika
dibawa berjalan. Sekarang rasa nyeri hampir dirasakan setiap waktu dengan skala
2-4 dan masih bisa ditahan. Klien memiliki riwayat merokok sejak kelas 2 SMP
hingga 2 SMA. Klien tinggal dipesantren (Santri) sejak SMP.
Saat
dilakukan pengkajian klien menunjukkan status mental/tingkat kesadaran
composmentis (CM). reaksi pupil baik, klien tidak memakai alat bantu
pendengaran dan penglihatan. Klien mampu makan sendiri sesuai dengan porsi yang
diberikan diruangan,klien tidak ada gangguan
muntah dan mual, klien tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu,
klien makan 3x per hari, berat badan klien 47 kg dengan tinggi badan 167 cm. klien
mampu dalam beradaptasi dan sangat menerima kondisinya, Klien mengatakan
memikirkan penyakit yang dideritanya namun cukup mampu mengatasi emosinya,
klien mengatakan cemas dengan tindakan operasi yang akan dilakukan karena
merupakan pertama kali bagi klien.
klien
cukup mandiri dalam beraktivitas dengan keadaan tulang yang mengalami skoliosis
dan kifosis, namun aktivitas klien lebih banyak dihabiskan dengan duduk di
kursi atau tempat tidur karena klien tidak terlalu kuat untuk berdiri lama,
klien sering merasa kesemutaan pada kedua ekstremitas bawah. Klien tidak
mengalami masalah kesulitan tidur, namun posisi tidur tidak mampu telentang
sepenuhnya, biasanya punggung harus disangga oleh bantal atau klien tidur
dengan posisi miring atau duduk. Berdasarkan pemeriksaan langsung, kekuatan
otot klien normal dan mampu bergerak maksimal. klien
mengatakan pergerakan tulang belakang sangat terbatas (terdapat gibbus di
tulang belakang sekitar torakolumbar). klien mampu berjalan-jalan dan tidak
menggunakan alat bantu.
Klien
mengatakan defekasi 1x sehari,klien mengatakan tidak sakit, tidak berdarah saat
defekasi, klien hanya sesekali mengeluhkan nyeri saat buang air kecil karena
klien mengalami pembesaran testis akibat infeksi sekunder dari TB, klien
mengatakan biasanya BAK >5x sehari.
Klien
tidak melanjutkan pendidikan semenjak sakit. Klien anak pertama dari empat
bersaudara. Klien berhubungan baik dengan orang tua dan saudara nya terlihat
dari setiap keluarga menjaga klien dengan cara bergantian. Klien cukup
kooperatif dengan perawat, klien saling mengenal dan bercengkrama dengan sesama
pasien satu ruangan. ibu klien mengatakan klien adalah seorang yang taat
beribadah.
Berdasarkan
hasil laboratorium, pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat
hingga 100mm dan globulin mencapai 4,10gr/dl, albumin cenderung rendah (nilai
albumin 3,30 gr/dl), klien mengalami anemia karena Hb hanya berkisar 9-10g/dl.
Berdasarkan pemeriksaan hematologi klien didiagnosis mengalami anemia
mikrositik hipokrom. Pada pemeriksaan MRI di tunjukkan gibbus sudah sampai
menekan sumsum tulang belakang.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
A.
Daftar Riwayat Hidup
Nama : Tn. I
Masuk
ke RS : 24 April 2013
Usia : 21 tahun
Tanggal lahir : 11 Juni 1992
Jenis
kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaaan : pelajar
Status : belum menikah
Anak ke- : satu dari empat bersaudara
Diagnosa Medis : Spondilitis TB
B.
Daftar Riwayat
Kesehatan
RKD:
Ø Klien
memiliki riwayat tuberculosis paru pada tahun 2007 dan menjalani pengobatan dengan OAT 9 bulan namun
tidak tuntas (putus obat sekitar 7 atau 8 bulan).
Ø 3
tahun lalu sudah muncul pembengkakkan kelenjar getah bening hingga mengeluarkan
nanah (disekitar leher). Sejak itu klien sakit-sakitan namun tidak pernah
berobat ke RS
Ø sekitar
3 tahun lalu klien jatuh disekolah, dan langsung tidak dapat berjalan selama 1
tahun. Selama itu klien hanya beraktivitas dirumah dengan bantuan keluarga.
Setelah itu lama kelamaan terjadi pembesaran skrotum/orchitis. Pembesaran
sempat pecah dan mengeluarkan darah, namun kembali membesar dan lama kelamaan
terasa nyeri.
Ø Jarak
kurang lebih 3 bulan kemudian mulai muncul benjolan di tulang belakang. Pada
mulanya kecil dan tidak terlalu mengganggu sehingga klien dan keluarga tidak
melakukan apa-apa.
Ø berangsur-angsur
tonjolan semakin besar hingga membuat tubuh klien melengkung. Meski begitu
klien dan keluarga belum memeriksakannya
ke dokter/RS, namun hanya meminum obat ramuan cina.
RKS
:
Ø klien
mengatakan kadang merasa sangat nyeri
dibagian tonjolan tersebut saat digerakkan
maupun hanya disentuh, sakit bertambah ketika dibawa berjalan.
Ø Klien
mengatakan rasa nyeri hampir dirasakan setiap waktu dengan skala 2-4 dan masih
bisa ditahan.
Ø Pergerakan
tulang belakang sangat terbatas karena terdapat gibbus di tulang belakang
sekitar torakolumbar
Ø Klien
mengatakan mengalami pembesaran skrotum/orchitis
Ø Berat
badan klien 47 kg dengan tinggi badan 167 cm (Klien mengalami kekurangan berat
badan)
Ø
RKK
:
Tidak
terkaji
C.
Pengkajian Pola Gordon
a. persepsi kesehatan dan manajemen
kesehatan
·
Klien memiliki riwayat
tuberculosis paru pada tahun 2007 dan
menjalani pengobatan dengan OAT 9 bulan namun tidak tuntas (putus obat
sekitar 7 atau 8 bulan).
·
sekitar 3 tahun lalu
sudah muncul pembengkakkan kelenjar getah bening hingga mengeluarkan nanah
(disekitar leher). Sejak itu klien sakit-sakitan namun tidak pernah berobat ke
RS.
·
sekitar 3 tahun lalu
klien jatuh disekolah, dan langsung tidak dapat berjalan selama 1 tahun. Selama
itu klien hanya beraktivitas dirumah dengan bantuan keluarga. Setelah itu lama
kelamaan terjadi pembesaran skrotum/orchitis.
·
Pembesaran sempat pecah
dan mengeluarkan darah, namun kembali membesar dan lama kelamaan terasa nyeri.
·
Jarak kurang lebih 3
bulan kemudian mulai muncul benjolan di tulang belakang. Pada mulanya kecil dan
tidak terlalu mengganggu sehingga klien dan keluarga tidak melakukan apa-apa.
·
berangsur-angsur
tonjolan semakin besar hingga membuat tubuh klien melengkung. Meski begitu
klien dan keluarga belum memeriksakannya
ke dokter/RS, namun hanya meminum obat ramuan cina.
·
Hingga akhirnya klien
merasa sangat nyeri dibagian tonjolan tersebut saat digerakkan maupun hanya disentuh, sakit bertambah ketika
dibawa berjalan. Rasa nyeri hampir dirasakn setiap waktu.
·
Klien memiliki riwayat
merokok sejak kelas 2 SMP hingga 2 SMA.
b. Nutrisi dan Metabolic
·
Klien mampu makan
sendiri sesuai dengan porsi yang diberikan diruangan
·
klien tidak ada
gangguan muntah dan mual serta tidak
memiliki alergi terhadap makanan tertentu
·
klien makan 3x per hari
·
berat badan klien 47 kg
dengan tinggi badan 167 cm. (termasuk golongan berat badan kurang)
c. Eliminasi
·
Klien mengatakan
defekasi 1x sehari
·
Klien mengatakan tidak
sakit, tidak berdarah saat defekasi.
·
klien hanya sesekali
mengeluhkan nyeri saat buang air kecil karena klien mengalami pembesaran testis
akibat infeksi sekunder dari TB.
·
klien mengatakan
biasanya BAK >5x sehari
d. Aktivitas dan latihan
·
klien cukup mandiri
dalam beraktivitas dengan keadaan tulang yang mengalami skoliosis dan kifosis,
namun aktivitas klien lebih banyak dihabiskan dengan duduk di kursi atau tempat
tidur karena klien tidak terlalu kuat untuk berdiri lama
·
klien sering merasa
kesemutaan pada kedua ekstremitas bawah
·
Pergerakan tulang
belakang sangat terbatas karena terdapat gibbus di tulang belakang sekitar
torakolumbar
·
Berdasarkan pemeriksaan
langsung, kekuatan otot klien normal dan mampu bergerak maksimal
·
klien mampu
berjalan-jalan dan tidak menggunakan alat bantu
·
klien mengatakan
merasakan nyeri hampir setiap waktu dengan skala 2-4 dan masih bisa ditahan.
e. Istirahat dan tidur
·
Klien tidak mengalami
masalah kesulitan tidur
·
posisi tidur tidak
mampu telentang sepenuhnya, biasanya punggung harus disangga oleh bantal
·
klien tidur dengan
posisi miring atau duduk.
f. Kognitif dan
Perceptual
·
klien menunjukkan
status mental/tingkat kesadaran composmentis (CM).
·
reaksi pupil baik
·
klien tidak memakai
alat bantu pendengaran ataupun penglihatan
g. Persepsi diri dan Konsep diri
·
klien mampu dalam
beradaptasi dan sangat menerima kondisinya
·
Klien mengatakan
memikirkan penyakit yang dideritanya namun cukup mampu mengatasi emosinya
·
klien mengatakan cemas
dengan tindakan operasi yang akan dilakukan karena merupakan pertama kali bagi
klien
h.
Peran dan hubungan
·
Klien tidak melanjutkan
pendidikan semenjak sakit
·
Klien anak pertama dari empat bersaudara.
·
Klien berhubungan baik
dengan orang tua dan saudara nya terlihat dari setiap keluarga menjaga klien
dengan cara bergantian
·
Klien cukup kooperatif dengan perawat, klien
saling mengenal dan bercengkrama dengan sesama pasien satu ruangan.
i. seksual dan reproduksi
·
Klien seorang laki –
laki dan belum menikah
·
Klien mengalami
pembesaran skrotum/orchitis (infeksi sekunder TB yang metastase hingga ke
saluran reproduksi).
j.
Koping dan toleransi stress
·
klien mampu dalam
beradaptasi dan sangat menerima kondisinya
·
Klien mengatakan
memikirkan penyakit yang dideritanya namun cukup mampu mengatasi emosinya
k.
Nilai dan kepercayaan
·
Klien beragama islam
·
ibu klien mengatakan
klien adalah seorang yang taat beribadah
D.
Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan
hasil laboratorium, pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat
hingga 100mm dan globulin mencapai 4,10gr/dl, albumin cenderung rendah (nilai
albumin 3,30 gr/dl), klien mengalami anemia karena Hb hanya berkisar 9-10g/dl.
Berdasarkan pemeriksaan hematologi klien didiagnosis mengalami anemia
mikrositik hipokrom. Pada pemeriksaan MRI di tunjukkan gibbus sudah sampai
menekan sumsum tulang belakang, dimana salah satu fungsi nya adalah produksi
sel darah merah
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri kronik b.d
Ketidakmampuan fisik secara terus menerus
b.
Resiko cidera b.d keterbatasan
gerak dan anemia
c.
Hambatan mobilitas
Fisik
3.
Asuhan Keperawatan Spondilitis TB
No.
|
NANDA
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Nyeri
kronik b.d Ketidakmampuan fisik secara terus menerus
Gambaran
Karakteristik:
·
Menggunakan simbol ( seperti menggunakan
skala nyeri)
·
Mengubah kemampuan
untuk melanjutkan aktivitas terdahulu.
·
Melaporkan nyeri
|
1.
Kontrol nyeri
Definisi:
Perilaku seseorang untuk mengontrol nyeri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam,daya tahan
pasien akan meningkat dengan indikator:
-
Dapat
mengontrol nyeri.
-
Gunakan
catatan nyeri
-
Melaporkan
tanda/gejala nyeri pada tenaga kesehatan
-
Melaporkan
bila nyeri terkontrol
-
Penggunaan
non analgesic untuk mengurangi nyeri.
-
|
1. Managemen nyeri
Defenisi :
Pengurangan rasa nyeri serta peningkatan kenyamanan
yang bisa diterima oleh pasien
Aktivitas:
·
Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
·
Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan
pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri
·
Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan,
aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja dan melakukan
tanggung jawab sehari-hari)
·
Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
·
Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor perubahan nyeri
serta mengidentifikasi faktor aktual dan potensial dalam mempercepat
penyembuhan
·
Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat memberikan kenyamanan pada
pasien dan rencana keperawatan
·
Menyediakan informasi tentang nyeri, contohnya penyebab nyeri, bagaimana
kejadiannya, mengantisipasi ketidaknyamanan terhadap prosedur
·
Kontrol faktor lingkungan yang
dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (suhu ruangan, pencahayaan,
keributan)
·
Ajari untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (spt: biofeddback, TENS,
hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure,
apikasi hangat/dingin, dan pijatan ) sebelum, sesudah dan jika memungkinkan,
selama puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan sepanjang
nyeri itu masih terukur.
·
Pastikan pasien mendapatkan perawatan
dengan analgesic
2.Administrasi Analgesik.
Defenisi :
Penggunaan
agen farmakologi untuk menghentikan atau mengurangi nyeri.
Aktivitas :
·
tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
·
cek
instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
·
cek
riwayat alergi
·
pilih
analgetik yang diperlukan atau kombinasi dari analgetik ketika pemberian
lebih dari satu
·
monitor
vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali
·
berikan
analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
·
evaluasi
efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efek samping)
·
mengelola analgesic sekitar jam untuk mencegah puncak dan melalui analgesia, terutama dengan sakit
parah
·
Mengevaluasi efektivitas analgesic pada interval yang sering rutin setelah setiap administrasi, tetapi terutama setelah dosis awal, juga mengamati
untuk tanda-tanda dan gejala efek tak diinginkan (misalnya, depresi pernapasan, mual dan muntah, mulut kering, dan sembelit)
|
2.
|
Resiko
Cidera
Faktor
resiko:
|
Perilaku
pencegahan jatuh
Definisi:
Tindakan
pasien atau keluarga untuk
meminimalkan faktor resiko jatuh di lingkungan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam,daya tahan
pasien akan meningkat dengan indikator:
-
Menggunakan handrail
jika dibutuhkan
-
Sediakan bantuan
-
Penggunaan alat bantu
dengan benar
-
Kontrol kelemahan
|
Pencegahan
Pasien Jatuh
Definisi:
Tindakan
pencegahan khusus untuk pasien dengan resiko luka karena terjatuh.
Aktivitas:
·
Identifikasi
kelemahan kognitif atau fisik pasien yang dapat meningkatkan kemungkinan
jatuh pada lingkungan tertentu
·
Identifikasi perilaku
dan faktor – faktor yang beresiko menyebabkan jatuh
·
Kaji pengalaman jatuh
bersama pasien dan keluarga
·
Identifikasi
karakteristik lingkungan yang dapat menigkatkan kemungkinan jatuh (seperti
lantai yang licin)
·
Monitor cara
berjalan, keseimbangan, dan tingkat kelelahan klien saat berjalan
·
Latih pasien untuk
beradaptasi dengan perubahan cara berjalan
·
Kunci roda pada kursi
roda atau tempat tidur saat akan memindahkan pasien
·
Monitor kemampuan
berpindah pasien dari tempat tidur ke kursi
·
Gunakan pembatas pada
sisi tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh dari tempat tidur, jika
diperlukan
·
Sediakan alat
pemanggil bagi pasien yang memerlukan bantuan (seperti bel atau cahaya lampu)
jika perawat sedang tidak berada di dekat pasien
·
Bantu pasien mencari
kegiatan yang aman untuk menghabiskan waktu luang
|
4.
Evaluasi Tindakan Keperawatan
A. Nyeri kronik b.d Ketidakmampuan fisik
secara terus menerus
S:
Klien mengeluhkan nyeri yang dirasakan setiap waktu dengan skala 2-4
Klien
mengatakan terkadang nyeri sangat hebat di bagian pembesaran skrotum.
O:
klien tampak meringis
A:
Masalah teratasi
P:
lanjut ke pelaksanaan diagnosa selanjutnya
B. Resiko cidera b.d keterbatasan gerak dan
anemia
S: klien mengatakan pergerakkan
tulang belakang terbatas (terdapat gibbus)
O: tulang belakang klien terlihat
melengkung sehingga klien membungkuk
A: Masalah teratasi
P: lanjut ke pelaksanaan diagnosa
selanjutnya
BAB
IV
PEMBAHASAN
JURNAL
Judul
Jurnal: COMPARISON OF EXTRAPLEURAL ANTEROLATERAL DECOMPRESSION AND TRANSTHORACIC ANTERIOR DECOMPRESSION FOR TUBERCULOSIS OF THE DORSAL SPINE
Penulis
: Navin
KumarKarn, Ranjeev Jha, PrakashSitoula, MahipalSingh, Anil Kumar Jain
Publikasi
: -
Penelaah
: Kelompok 1 Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II, Fakultas Keperawatan,
Universitas Andalas
Tanggal
Telaah: 17
Agustus 2015
I. Deskripsi Jurnal
1. Tujuan Utama Penelitian
Tujuan
utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan dekompresi anterolateral
extrapleural dan dekompresi anterior transthoracic untuk TB punggung tulang
belakang.
2. Hasil Penelitian
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 60 pasien yang tersisa setelah pengecualian. Kami menemukan durasi
operasi, jumlah kehilangan darah secara signifikan lebih tinggi pada kelompok
dekompresi anterior transthoracic. Ada satu kasus infeksi luka (3,3%) pada
kelompok dekompresi anterior transthoracic. 3 kasus dekompresi anterior
transthoracic harus mengkonversi ke dekompresi anterolateral karena adhesi
pleura paru-paru. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pemulihan
neurologis dan pengembangan deformitas kyphotic.
3. Kesimpulan Penelitian
Ditemukan
bahwa dekompresi anterolateral melakukan lebih baik daripada dekompresi
anterior transthoracic dalam hal durasi operasi, jumlah kehilangan darah,
morbiditas pasca operasi tetapi tingkat pemulihan neurologis yang sama.
II. Telaah Jurnal
A.
Fokus Utama Penelitian
Fokus utama penelitian di
dadasarkan pada durasi operasi, jumlah kehilangan darah, pemulihan neurologis dan tingkat
komplikasi.
B. Elemen yang Mempengaruhi Tingkat Kepercayaan
Suatu Penelitian
1.
Gaya penulisan
a.
Sistematika penulisan
Sitematika penulisan yang digunakan
pada jurnal yang kita analisis sudah cukup bagus. Sudah mencakup hal-hal yang
harus ada pada sistem penulisan jurnal. Diantaranya judul artikel, nama
penulis, abstrak, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan,
kesimpulan, serta yang terakhir daftar pustaka.
b.
Tata bahasa
Tata bahasa yang digunakan pada
penulisan jurnal yang berjudul Comparison of Extrapleural Anterolateral Decompression and Transthoracic Anterior Decompression for Tuberculosis of
The Dorsal Spine ini sudah baik,
karena pembaca sudah bisa menangkap isi yang ditulis.
2.
Penulis
a.
Kualifikasi penulis
Penulis dalam jurnal ini sudah expert di bidangnya, terbukti dengan
alamat yang disertakan dibawahnya (Associate Professor Department of Orthopaedics Nobel
Medical College & Teaching Hospital, Biratnagar, Nepal).
3.
Judul
a.
Kelebihan
Judul
yang digunakan cukup menarik
sehingga mendorong pembaca untuk mengetahui lebih lanjut mengenai isi jurnal
b.
Kekurangan
Judul
yang digunakan bahasanya terlalu ilmiah. Jadi, hanya kalangan tertentu yang bisa memahaminya, umumnya tenaga kesehatan.
4.
Abstrak
a.
Kelebihan
Abstrak
yang ditulis jelas, karena sudah menunjukkan data dari hasil penelitian.
Selain itu, abstrak ini mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca.
b.
Kekurangan
Dalam
abstrak ini belum dijelaskan secara mendalam tentang sebab dari masalah yang
ditulis pada artikel jurnal.
C. Elemen yang Mempengaruhi Kekuatan Suatu
Penelitian
1. Masalah dan Tujuan Penelitian
a.
Masalah Penelitian
Masalah
yang diangkat dalam penelitian ini sudah sesuai dengan topik bahasan, yaitu masalah pendekatan anterolateral
extrapleural untuk TB punggung tulang belakang.
b.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian telah sesuai dengan
masalah yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu menilai efek dari dekompresi anterolateral extrapleural untuk TB punggung tulang
belakang dan membandingkannya dengan melakukan penilaian juga
terhadap efek an dekompresi anterior transthoracic. Juga ntuk membandingkan durasi
operasi, jumlah kehilangan darah, pemulihan neurologis dan tingkat komplikasi.
2. Sistematika penulisan
Sistematika
penulisan jurnal
penelitian ini cukup sistematis, runtut, dan padu. Hampir tidak ada bagian yang
terputus, karena antar bagian dalam jurnal
saling berhubungan satu sama lain. Penulisan jurnal penelitian ini juga
telah memenuhi kriteria logis dan konsisten.
3. Kerangka teori
Jurnal
yang berisi hasil riset ini telah mengintegrasikan berbagai macam teori untuk
membahas hasil penelitian, sehingga hasil penelitian
tentang dekompresi
anterolateral extrapleural untuk TB punggung tulang belakang
yang dibahas dalam riset ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Alur
pikir peneliti juga dengan cukup bagus dipaparkan dan diperkuat dengan beberapa
teori dan riset sebelumnya.
4. Sasaran
Sasaran pada penelitian sudah jelas
yaitu ditujukan untuk pengembangan ilmu
medis atau kesehatan dan dapat secara langsung
diketahui oleh pembaca hanya dengan membaca judul pada review artikel tersebut
yaitu “Comparison of Extrapleural Anterolateral Decompression and Transthoracic Anterior Decompression for Tuberculosis of
The Dorsal Spine”.
5.
Definisi operasional
Dalam jurnal, peneliti telah
menjelaskan dengan baik mengenai material dan metode mulai dari mencari
strategi dan memperoleh sampel.
Selain itu juga dijelaskan tahapan-tahapan melakukan
penelitian yang dilakukan terhadap beberapa pasien
6.
Data analisis/hasil
a. Analisis statistik yang
digunakan
Analisis
statistik Data yang dimasukkan menggunakan Microsoft EXCEL versi 8 (Microsoft
Corporation, Redmond, Washington). Keberhasilan pengacakan diuji dengan
membandingkan variabel deskriptif seperti usia, jenis kelamin, parameter
hematologi, neurologi deficeit dll Setiap perbedaan diukur sebagai perbedaan
antara sarana pada kedua kelompok. Signifikansi perbedaan ini diukur
dengan menggunakan analisis parametrik dari varians (ANOVA) atau uji
non-parametrik Kruskall-Wallis berasal dari program komputer Epi Info
(Lingkungan Sistem Research Inc, New Delhi, India)
b. Hasil Penelitian
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Kehilangan darah dan durasi operasi secara signifikan lebih tinggi pada
kelompok transthoracic. 21 pasien dalam kelompok anterolateral
extrapleural dan 20 pasien di transthoracic kelompok transpleural menunjukkan
pemulihan neurologis dalam waktu 6 minggu operasi. Semua pasien yang tidak
bisa menunjukkan pemulihan neurologis dalam 6 minggu operasi menjalani
myelography yang mengungkapkan tidak ada blok. Hal ini menunjukkan bahwa
dekompresi bedah yang memadai telah tercapai. 3 pasien dalam kelompok
anterolateral extrapleural dan 2 pasien dalam kelompok anterior transthoracic
menunjukkan tanda pertama pemulihan neurologis pada 3 bulan. 2 pasien
dalam kelompok anterolateral dan 2 pasien dalam kelompok transthoracic tidak
menunjukkan pemulihan neurologis. Pada akhir satu tahun tidak ada
perubahan yang signifikan dalam kyphosis. Satu pasien dalam kelompok
transthoracic telah luka dehiscence yang debridement itu selesai diikuti oleh
penjahitan sekunder.
Kesimpulannya,
faktor yang menentukan untuk pendekatan tertentu yang preferensi,
keterampilan teknis ahli bedah, ketersediaan fasilitas perawatan bedah dan
intensif dan cadangan paru dari patient.We ditemukan dekompresi anterolateral
melakukan lebih baik daripada dekompresi anterior transthoracic dalam hal
durasi operasi, jumlah kehilangan darah, morbiditas pasca operasi tetapi
tingkat pemulihan neurologis yang sama.
Pembahasan
temuan hasil penelitian
a. Kelebihan
- Dalam
penelitian ini hasil dari setiap penelitian dalam telah dijelaskan secara rinci
dan sistematis. Penelitian telah jelas mengungkapkan populasi yang diteliti,
kelompok pembandig dan hasil akhir dari penelitian.
- Isi
dari jurnal serta cara
penulisannya sudah relevan dengan kaidah penulisan jurnal ilmiah. Pembahasan
dalam jurnal juga sesuai dengan tema yang diangkat.
- Data
yang diambil dalam penelitian ini adalah data resmi dan dapat dipertanggung jawabkan
b. Kekurangan
- Pada jurnal tidak
dicantumkan tahun terbit dan kapan jurnal tersebut dipublikasikan.
BAB
V
PENUTUP
1.
Kesimpulan
·
Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal yang
bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik
yaitu Mycobacterium tuberculosa.
·
Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari cepatnya
dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologis.
- Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis yaitu, Peridiskal / paradiskal, Sentral, Anterior dan Bentuk atipikal
- Manifestasi klinis pada spondilitis TB yaitu, sakit (kaku) pada punggung, pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari, pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal, deformitas pada punggung (gibbus), pembengkakan setempat (abses), paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf.
·
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis
tuberkulosa yaitu, Pott’s paraplegia, ruptur abses paravertebra, cedera corda spinalis (spinal cord injury).
·
Penatalaksanaan yang
dapat dilakukan terbagi dua diantaranya terapi konservatif dan terapi operatif.
Daftar
Pustaka
Syaifuddin.2009.Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:EGC.
Nanda.
(2012) Nursing
Diagnoses: Definitions and Classification (NANDA) 2012-2014. Willey-Blackwell.
Bulechek,Gloria
M.. (et al.).2008. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th
edition. Elsevier.
Moorhead,
sue.2008. Nursing outcome Classification (NOC) 5th edition.
Elsevier.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351541-PR-Marhamatunnisa.pdf
kasus spondilitis TB pdf.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28161/5/Chapter%20I.pdf.
The titanium teeth dog slot machine - iGaming experience
BalasHapusThis titanium 4000 free 2018 ford fusion energi titanium slot machine offers you two unique features, two unique features, titanium mens wedding bands and two titanium wedding band sets unique bonus features. The first, the second and the third feature, titanium dab tool